Tuesday, June 23, 2015

Telur Sekarang, Bukan Ayam Besok



“Dan, segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS. Ar-Ra’d: 8)

ADA sebuah taushiah bagus, sebagai berikut:
Apa yang kamu peroleh hari ini adalah milikmu yang sangat berharga yang harus kamu syukuri. Apa yang kamu peroleh hari ini adalah hartamu yang harus kamu jaga dan manfaatkan sebaik mungkin.
Segala potensi yang diberikan Allah kepadamu hingga hari ini adalah karunia terbesar yang harus kamu optimalkan menjadi butir-butir kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupmu. Bersyukurlah. Terimalah dengan lapang dada apa yang diberikan untukmu. Jangan silau dengan orang yang diatas dan jangan takabbur dalam melihat kelebihan dalam dirimu.
Alkisah, dalam suatu cerita, ada seorang direktur yang hendak masuk ke mobil pribadinya. Begitu masuk, ia bertanya pada supir pribadinya, ''Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?''
 Si supir menjawab, ''Cuaca hari ini sangat saya sukai.''
Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, ''Bagaimana kamu bisa begitu yakin?''
Supirnya menjawab, ''Begini pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan.''
Jawaban singkat tadi adalah wujud dari rasa syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tidak bahagia.
Apa yang membuat orang tidak bersyukur? Setidaknya, ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Yang pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.
Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.
Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi ''kaya'' dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang 'kaya'' bukanlah yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita tetap perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah, maka Anda akan merasakan betapa nikmatnya hidup ini.
Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik orang-orang di atas Anda, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini adalah perwujudan rasa syukur.
Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.
Point kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan  membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Perasaan seperti ini akan membuat kita resah dan gelisah. Rumput tetangga, kata sebuah pepatah, memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.
Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Ceritanya kurang lebih seperti begini. Di sebuah rumah sakit jiwa, di sana tentu banyak orang yang berprilaku aneh-aneh. Di antara mereka ada yang kelihatan sehat, bugar, namun kalau lama-lama kita cerita, akan kelihatanlah apa yang aneh di situ. Ada dua orang pasien yang keduanya sama-sama terkait dengan sebuah nama: ”lulu.
Ketika masuk, terlihatlah pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, ''Lulu, Lulu.''
Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.''
Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu.''
''Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?'' tanyanya keheranan.
Dokter kemudian menjawab, ''Ya, dia itulah yang akhirnya menikah dengan Lulu.'' []

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...