“Dan, segala sesuatu
pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS. Ar-Ra’d: 8)
ADA sebuah taushiah bagus, sebagai
berikut:
Apa yang kamu
peroleh hari ini adalah milikmu yang sangat berharga yang harus kamu syukuri.
Apa yang kamu peroleh hari ini adalah hartamu yang harus kamu jaga dan
manfaatkan sebaik mungkin.
Segala potensi yang
diberikan Allah kepadamu hingga hari ini adalah karunia terbesar yang harus
kamu optimalkan menjadi butir-butir kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupmu.
Bersyukurlah. Terimalah dengan lapang dada apa yang diberikan untukmu. Jangan silau dengan
orang yang diatas dan jangan takabbur dalam melihat kelebihan dalam dirimu.
Alkisah,
dalam suatu cerita, ada seorang direktur yang hendak masuk ke mobil pribadinya.
Begitu masuk, ia bertanya pada supir pribadinya, ''Bagaimana kira-kira cuaca
hari ini?''
Si supir menjawab, ''Cuaca hari ini sangat
saya sukai.''
Merasa
penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, ''Bagaimana kamu
bisa begitu yakin?''
Supirnya
menjawab, ''Begini pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan
apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya
dapatkan.''
Jawaban
singkat tadi adalah wujud dari rasa syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang
terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai,
tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa
membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tidak bahagia.
Apa
yang membuat orang tidak bersyukur? Setidaknya, ada dua hal yang sering membuat
kita tak bersyukur. Yang pertama,
kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang
kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan
tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.
Pikiran
Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah
yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih
banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus
memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya
menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.
Jadi,
betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi ''kaya''
dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang
''kaya''. Orang 'kaya'' bukanlah yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat
menikmati apapun yang mereka miliki.
Tentunya
boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita tetap perlu menyadari bahwa
inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan
berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling
Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah, maka Anda akan merasakan
betapa nikmatnya hidup ini.
Pusatkanlah
perhatian Anda pada sifat-sifat baik orang-orang di atas Anda, pasangan, dan
orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang
pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai,
setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini adalah perwujudan rasa
syukur.
Ada
cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli
sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang
yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti
mengeluh dan mulai bersyukur.
Point
kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang
lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada
orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan
lebih kaya dari kita. Perasaan seperti ini akan membuat kita resah dan
gelisah. Rumput tetangga, kata sebuah pepatah, memang sering kelihatan lebih
hijau dari rumput di pekarangan sendiri.
Ada
cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Ceritanya kurang lebih
seperti begini. Di sebuah rumah sakit jiwa, di sana tentu banyak orang yang
berprilaku aneh-aneh. Di antara mereka ada yang kelihatan sehat, bugar, namun
kalau lama-lama kita cerita, akan kelihatanlah apa yang aneh di situ. Ada dua
orang pasien yang keduanya sama-sama terkait dengan sebuah nama: ”lulu.”
Ketika
masuk, terlihatlah pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam,
''Lulu, Lulu.''
Seorang
pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter
menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.''
Si
pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat
penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu,
Lulu.''
''Orang
ini juga punya masalah dengan Lulu?'' tanyanya keheranan.
Dokter
kemudian menjawab, ''Ya, dia itulah yang akhirnya menikah dengan Lulu.'' []
No comments:
Post a Comment