“Barangsiapa yang
menyembunyikan ilmu maka Allah akanmengekangnyadengan kekangan dari api
neraka.” (Hadis Nabi)
Cara mengamalkan ilmu bisa
kita lakukan dengan dua hal: Mempraktikkan pada diri sendiri
dan mentransfernya pada orang lain. Mempraktekkan berarti mengulangi-ulangi
sampai menjadi karakter. Itu berarti kita berusaha terus-menerus untuk
memperbaiki dan menambah ilmu pengetahuan. Cara mengajarkan ilmu pada orang
lain bisa dilakukan di kelas, pertemuan, rapat, silaturrahim, surat, sms, atau
lewat menulis!
Ya, dalam mentransfer ilmu,
kita juga perlu menyuguhkan secara menarik. Begitu juga seharusnya yang kita
lakukan ketika berceramah, presentasi materi, atau khutbah jum’at. Olehnya itu,
kita perlu mempersiapkan baik-baik hal tersebut.
“Naik tanpa persiapan turun
tanpa penghormatan,” begitu kata pepatah Yunani.
Dengan niat yang tulus,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tidak bosan-bosannya berfatwa walau berada dalam
penjara dan menulis buku lebih dari 500 judul. Majmu’ Fatawa yang
tebalnya kurang lebih dua meter itu adalah salah satu karya besarnya. Niat itu
juga yang terpatri dalam jiwa para pengumpul hadits seperti Imam Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah yang karya mereka kita kenal
dengan nama Kutubus Sittah. Niatan yang tulus itu kemudian diterangi
lagi oleh Allah dengan memberikan kemampuan kepada mereka untuk
mentransformasikan ilmunya dalam bentuk tulisan.
Sungguh luar biasa! Demi
dakwah dan menjaga kelestarian sejarah negerinya, Ibn Asakir ikhlas mencurahkan
hidupnya untuk menulis buku Sejarah Damaskus sebanyak 80 jilid! Bahkan
untuk menyalin ulang karya tersebut diperlukan banyak sekali juru tulis yang
menyelesaikan proyek itu selama dua tahun. Itu, karena jiwa mereka yang tak
henti-hentinya beramal dengan materi (maaddah/content) yang baik dan
cara yang menarik untuk menerangi umat manusia dari petaka kegelapan.
“Hidup hanya sekali, hiduplah yang
berarti!” kata KH. Imam Zarkasyi. Ya, benar! Hidup kita hanya satu kali, setelah itu mati! Hidup yang hanya
sekali ini akan terasa rugi jika tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
Menjadi apapun kita, jadilah yang bermanfaat! Rasululllah
Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya.” Jadilah bagian dari solusi (part of solution), jangan jadi
bagian dari masalah (part of problem)! Carilah potensi kecerdasanmu dan
lejitkanlah!
Termasuk dalam hidup yang bermanfaat
adalah membantu orang lain. Misalnya, ada seorang saudara kita yang terjebak
dalam hutang yang susah sekali ditunaikannya. Sebagai saudara yang baik, kita
perlu membantunya menyelesaikan hutangnya. Namun hal ini bukan berarti orang
yang menghutang tidak bekerja keras untuk menyelesaikan hutangnya.
Dari sebuah riwayat, Nabi Muhammad Saw bersabda
bahwa ada seorang laki-laki yang (suka) memberi hutang kepada orang lain,
kepada pelayannya ia berkata, Jika engkau mendatangi orang miskin, maka
bebaskanlah (hutangnya), mudah mudahan Allah membebaskan kita (dari siksa-Nya).
Beliau yang mulia bersabda, “Maka orang itu menjumpai Allah dan Allah pun membebaskannya
(dari siksa).”
Hidup ini begitu singkat. Waktu-waktu
juga cepat sekali berlalu. Maka beruntunglah mereka yang menyibukkan dirinya
dengan amal-amal saleh. Mari buat amal saleh setiap hari, bahkan pada setiap
kita menghela nafas. Semua untuk kebaikan. []
No comments:
Post a Comment